Ulkus diabetik

dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS
4 min readJun 4, 2020

--

Ulkus Diabetik ( Luka pada kaki yang harus segera diobati )

Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi kronik penyakit diabetes melitus, dengan gambaran luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Penyebab dari ulkus diabetik pada permukaan kulit akibat adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula yang tinggi sehingga penderita sering tidak merasakan adanya luka, dan luka terbuka yang dapat berkembang menjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan resiko amputasi pada tungkai bawah.

Ulkus diabetik diabetes melitus merupakan penyakit kronis metabolik yang paling umum dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang cenderung meningkat, oleh karena perubahan gaya hidup, kurangnya aktifitas fisik dan obesitas. Indonesia termasuk ke dalam 10 besar negara yang memiliki prevalensi penyakit diabetes melitus yang tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada populasi penderita diabetes diperkirakan sebanyak 15% akan mengalami komplikasi berupa ulkus kaki diabetik. Ulkus diabetik merupakan penyebab tersering pasien mendapat perawatan di rumah sakit dan meningkatkan kejadian amputasi non traumatik. Prevalensinya sekitar 4–10% di antara populasi penderita diabetes melitus, dengan insiden mengalami ulkus selama masa hidup penderitanya mencapai 25%. Ulkus kaki diabetik yang kronis dan sulit disembuhkan menjadi penyebab tersering dilakukannya non traumatik amputasi (lower leg amputation/LEA) pada penderita diabetes melitus, yaitu mencapai 82%. Adanya infeksi pada ulkus ditambah dengan gangguan aliran darah ke bagian distal ekstremitas menyebabkan ulkus menjadi resisten terhadap terapi konvensional dan meningkatkan resiko penderita diabetes mengalami amputasi kaki.

Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik

Derajat ulkus diabetik dapat ditentukan dengan beberapa sistem klasifikasi yang telah banyak dikembangkan, antara lain: Klasifikasi Wagner-Meggitt’s. Sistem klasifikasi ini telah dikembangkan sejak tahun 1970 dimana terdapat 6 grading untuk menentukan derajat lesi pada kaki diabetik. Derajat 0,1,2, dan 3 adalah berdasarkan kedalaman luka dan keterlibatan jaringan lunak pada kaki, sedangkan derajat 4 dan 5 adalah berdasarkan ada tidaknya gangren. Klasifikasi ini telah dipergunakan secara luas hingga saat ini dan ditunjukkan pada tabel 1.

Modifikasi dari klasifikasi Wagner adalah klasifikasi Texas (University of Texas Wound Classification) yang terdiri dari empat derajat dan menilai ada tidaknya infeksi dan atau iskemia. Sistem ini dapat memprediksi hasil luaran dari penderita ulkus diabetik karena meningkatnya derajat ulkus menandakan kesulitan kesembuhan dan meningkatnya resiko amputasi. Penjabaran klasifikasi Texas ditunjukkan pada tabel 2

Diagnosis ulkus kaki diabetik ditegakkan berdasarkan anamnesa yang baik tentang lamanya onset diabetes melitus, adanya keluhan polifagi, polidipsi, dan poliuria, keluhan neuropati dan penyakit vaskular perifer, riwayat ulkus maupun amputasi sebelumnya, serta penurunan berat badan. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum penderita didapatkan status gizi kurang dan pemeriksaan lokal pada kaki meliputi inspeksi adanya deformitas (Hammer toes, claw toes, charcot joint), kulit yang kering, fisura, ulkus, vena-vena yang tampak prominen disertai oedem. Perabaan pulsasi arteri perifer, ankle brachial index, dan capillary refill time harus diperiksa. Pemeriksaan ulkus kaki meliputi lokasinya, ukuran ulkus, kedalaman, dasar ulkus dan tepinya. Permukaan ulkus dinilai adakah jaringan granulasi atau slough serta tanda-tanda inflamasi seperti kemerahan, hangat, nyeri dan adanya eksudasi.

Adanya neuropati sensoris dapat dinilai dengan menggunakan monofilamen dan biothesiometer. Semmes-Weinstein monofilament bahkan dikatakan dapat memprediksi resiko terjadinya ulserasi dan amputasi. Pemeriksaan laboratorium standar yang diperiksa adalah kadar glukosa darah, glycocylated hemoglobin (HbA1c), serta fungsi hati dan ginjal sebagai monitoring status metabolik penderita. Bila terdapat infeksi maka pemeriksaan kultur mikrobiologi dapat dilakukan untuk menentukan agen kuman penyebab.

Pemeriksaan foto polos radiologi adalah pemeriksaan imaging yang paling sering dipilih pada ulkus kaki diabetik karena biayanya lebih murah dan mudah dikerjakan. Pemeriksaan ini dapat memberi informasi adanya perubahan artropati, osteomielitis dan adanya pembentukan gas pada jaringan lunak. Tetapi bila akumulasi gas minimal maka sulit untuk menilai adanya perubahan pada jaringan lunak seperti selulitis, fasciitis atau abses. Peranan imaging lainnya seperti CT scan masih terbatas pada kaki diabetik tetapi memiliki beberapa keuntungan dibandingkan foto polos, yaitu: lebih sensitif dan spesifik dalam menilai erosi korteks tulang, adanya sequester, gas pada jaringan lunak dan kalsifikasi. Sedangkan modalitas pemeriksaan imaging yang paling baik dalam menilai perubahan pada jaringan lunak dan sumsum tulang penderita kaki diabetik adalah MRI. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya edema dan osteomielitis sebagai tahap awal dari neuroartropati dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (90–100% dan 40–100%). Pemeriksaan lain yang memiliki sensitifitas lebih baik untuk menilai adanya perubahan awal neuroartropati maupun osteomielitis adalah radioisotop, tetapi biayanya mahal dan waktunya lama. Metode bone scan yang paling sering digunakan adalah nuclear medicine scintigraphy (NMS) yaitu scintigraphy tiga fase pada tulang menggunakan 99m-technetium (99mTc) phosphonates.

Penanganan ulkus kaki diabetik standar perawatan ulkus kaki diabetik meliputi kontrol glikemia, perfusi yang adekuat, debridemen luka, off-loading, kontrol infeksi, antibiotika yang tepat, dan penanganan komorbid yang menyertai. Pengobatan ulkus kaki diabetik dengan standar perawatan saja seringkali memberi hasil yang tidak maksimal sehingga dikombinasi juga dengan terapi adjuvan. Beberapa terapi adjuvan yang digunakan antara lain: penggunaan granulocyte colony stimulating factors (GCSF), pemberian faktor pertumbuhan (growth factor therapy) dan bioengineered tissue, serta terapi oksigen hiperbarik.

Dr. Benny Hartono, SpB

#RSSiloamJambi #RSSt.TheresiaJambi #RSBhayangkaraJambi

--

--

dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS
dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS

Written by dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS

Dokter bedah umum di kota jambi. Berbagi seputar artikel kesehatan dan tips kesehatan. Untuk saat #Dirumahaja dan #SocialDistancing untuk menghentikan penularan

No responses yet