Intusussepsi

dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS
3 min readNov 2, 2020

--

Intusussepsi atau invaginasi adalah masuknya bagian proksimal usus ke bagian distal yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus strangulasi. Penyebab invaginasi tidak diketahui pasti, diduga berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfoid pada dinding ileum (usus halus) yang menjadi titik pemicunya. Pembesaran kelenjar limfod ini terjadi sebagai akibat dari infeksi saluran nafas ataupun infeksi saluran cerna. Secara anatomi, titik pemicu ditemukan 2–12% antara lain divertikel Meckel, appendiks, polip, tumor karsinoid, perdarahan submukosa Henoch Schonlein purpura, limfoma, nodul ektopik dari gaster atau pankreas.

Intusussepsi terjadi pada semua usia dengan insidensi tertinggi pada bayi usia 3 sampai 10 bulan. Angka kejadian di atas 2 tahun hanya 10 sampai 25%. Terjadi pada bayi dengan status gizi baik, 75% nya terjadi mengenai bayi laki-laki.

Lebih dari 80% invaginasi terjadi di daerah ileokolika. Apabila terjadi di usus halus, penampakan gejala klinis lebih berat dibandingkan yang terjadi di daerah kolon. Terjepitnya bagian usus menimbulkan strangulasi dan stasis vena sehingga timbul edema. Selanjutnya terjadi ekskresi mukus yang berlebihan dan pecahnya vena pada akhirnya terjadi rembesan darah dari segmen usus yang terjepit.

Secara klinis, invaginasi menimbulkan nyeri perut akut pada bayi yang awalnya terlihat sehat. Diantara serangan nyeri, penderita tampak sehat atau tertidur. Penderita juga mengalami muntah apa yang dimakan selanjutnya muntah kehijauan, dan timbul BAB berlendir yang bercampur darah (red current jelly stool) karena mukosa usus yang terkelupas disertai perdarahan. Muntah makanan terjadi akibat refleks, sedangkan muntah hijau merupakan tanda obstruksi yang bersifat lanjut. Pada pemeriksaan fisik, teraba massa yang ditemukan berpindah-

pindah pada bagian perut kanan atas dan memanjang ke kiri. Pemeriksaan colok dubur ditemukan lendir bercampur darah.

Pemeriksaan ultrasonografi perut sekarang digunakan pada anak dengan kecurigaan invaginasi. Didapatkan gambaran pseudo kidney sign, doughnut atau target sign. Keuntungan lain USG bersifat non invasif dan bebas radiasi. Dokter radiologi akan menggunakan USG untuk memprediksi kemungkinan keberhasilan enema, mencari adanya nekrosis usus, cairan bebas dalam perut, pembesaran kelenjar limfoid dalam mesenterium yang masuk ke dalam invaginasi, mencari pathological leading point (PLP), dan mengetahui aliran darah dalam intusussepsi (menentukan viabilitas usus).

Menggunakan barium enema pada kasus ini sudah dikenal banyak oleh dokter radiologi, secara biaya lebih terjangkau, penentuan diagnosa relatif lebih mudah dan mempunyai efek terapeutik. Bahan kontras yang dimasukkan memberi gambaran coil spring. Kerugiannya ialah bersifat invasif dan adanya paparan radiasi.

Untuk terapi non operatif, setelah diagnosa ditegakkan, pasang selang nasogastrik untuk mengurangi tekanan pada lambung, pemberian cairan intravena dan antibiotik. Reduksi menggunakan enema atau pneumatik menjadi standar pada beberapa rumah sakit, namun menjadi kontraindikasi bila ditemukan adanya peritonitis, perforasi, distensi perut hebat, sepsis berat dan kecurigaan gangren usus. Kecurigaan adanya kemungkinan usus nekrosis bila terjadi pada bayi dengan usia kurang dari 6 bulan, gejala telah ada lebih dari 72 jam dan adanya tanda obstruksi mekanik total.

Terdapat empat jenis reduksi radiologi yaitu:

  •  Reduksi pneumatik dengan panduan USG
  •  Reduksi pneumatik dengan panduan fluoroskopi
  •  Reduksi hidrostatik dengan panduan USG
  •  Reduksi hidrostatik dengan panduan fluoroskopi

Bila reduksi berhasil, penderita diobservasi selama beberapa jam. Penderita dipuasakan hingga tanda pergerakan (pasase) saluran cerna timbul, serta diberikan penjelasan bahwa adanya kemungkinan berulang pasca reduksi.

Intusussepsi rekuren memiliki insidensi 2–20% dengan sepertiga kasus terjadi pada 24 jam pertama, sisanya dalam 6 bulan. Gejala yang timbul samar, penderita menjadi rewel dan mudah kenyang. Indikasi dilakukan pembedahan adalah rekuren yang gagal reduksi, ditemukan adanya PLP dan gejala obstruksi yang menetap meskipun secara reduksi enema berhasil. Komplikasi yang dapat terjadi pasca dilakukan operasi adalah perforasi pasca reduksi, cedera usus saat manipulasi, luka operasi terinfeksi dan dehisensi serta rekurensi.

Meskipun telah banyak kemajuan dalam terapi dan banyak penderita datang dalam keadaan dini, telah menurunkan angka kematian namun penegakkan diagnosa yang kurang tepat, resusitasi tidak adekuat, sepsis yang tidak teratasi tetap menjadi penyebab kematian sebesar 1%.

Penulis :
Dr Benny Hartono, SpB
Dokter Bedah Umum Kota Jambi

--

--

dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS
dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS

Written by dr. Benny Hartono, Sp.B, FInaCS

Dokter bedah umum di kota jambi. Berbagi seputar artikel kesehatan dan tips kesehatan. Untuk saat #Dirumahaja dan #SocialDistancing untuk menghentikan penularan

No responses yet