Cimino ? Apa itu ?
Cimino, istilah yang cukup awam didengar terutama bagi masyarakat Indonesia. Cimino adalah suatu prosedur pembedahan dengan membuat suatu pintasan (shunting) antara arteri (A. Radialis) dengan vena (V.Cephalica) pada lengan atas sebagai akses untuk dilakukan cuci darah (hemodialisa). Semenjak ditemukannya metode hemodialisa maka kebutuhan akan akses pembuluh darah yang adekuat sangat diperlukan. Pembuatan cimino ini termasuk jenis operasi sedang yang berlangsung kurang lebih 30–45 menit, bergantung pada kondisi pembuluh darah vena dan arteri di lengan itu sendiri.
Menurut dr Benny Hartono SpB, dokter spesialis bedah Siloam Hospitals Jambi, cimino diabadikan dari nama dokter spesialis bedah Eropa Brescia-Cimino pada tahun 1966, yang menemukan prosedur pembedahan pintasan arteri-vena. “Berawal dari mencari solusi bagaimana mesin hemodialisa dapat memiliki akses di tubuh manusia saat proses cuci darah,” kata dr Benny. Akses vaskuler yang ideal untuk kebutuhan hemodialisa adalah aliran darah yang tinggi, akses yang mudah dicapai, tidak menyebabkan hipoperfusi distal dan tahan lama.
Berbicara mengenai hemodialisa, hal ini perlu dilakukan bagi mereka yang menderita gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsi ginjal yang sifatnya irreversibel. Kasus terbanyak diakibatkan oleh karena kencing manis (diabetes), tekanan darah tinggi (hipertensi), dan keradangan ginjal. Gagal ginjal, diibaratkan penyaring racun dalam tubuh manusia yang “mogok” bekerja, sehingga terjadi penimbunan racun pada tubuh manusia. Tentu hal demikian berbahaya bagi manusia hingga bersifat fatal bila tidak ditangani.
Menurut dr Benny, prinsip dasar pembuatan akses vaskuler untuk hemodialisa adalah sedapat mungkin dilakukan pada lengan atas pasien yang tidak dominan dalam melakukan aktivitas harian dan ditempatkan seujung mungkin.Pembuatan akses vaskuler dapat dibuat di daerah lain selain di dekat pergelangan tangan, biasanya di dekat lipatan siku yaitu antara A. Brachialis dan V. Cephalica.
Bila dilakukan dengan benar, rata-rata cimino bertahan 80% pada tahun pertama, 40%-70% pada tahun ketiga, beberapa diantaranya bertahan hingga lebih dari 10 tahun. Tindakan operasinya sendiri dilakukan dengan bius lokal (setempat) saja. Pasien tetap sadar dan tidak ada alat/mesin yang dipasang di dalam lengan. Setelah dilakukan operasi, dokter akan memeriksa getaran aliran darah. Jika aliran terdengar “bergemuruh” dan lancar, artinya “penanaman” cimino berhasil. Setelah itu pasien dapat dilakukan rawat jalan.
“Larangan pasca operasi adalah tidak boleh dilakukan tensi darah, ditekan atau ditusuk di tempat operasi”, jelas dr Benny. Selain itu, yang perlu diperhatikan perawatan pasca operasi adalah menghindari infeksi, hasil operasi tidak dapat langsung digunakan hendaknya ditunggu selama 6 hingga 8 minggu kemudian, ini bertujuan untuk proses pematangan cimino, latihan mengepalkan tangan berulang/meremas bola berulang agar distensi vena memuaskan.
Komplikasi dari cimino adalah perdarahan, infeksi luka operasi, pelebaran pembuluh darah (aneurisma), keluhan kosmetik, dan terjadi emboli meskipun jarang terjadi. Operasi cimino bersifat permanen, mempermudah akses saat dilakukan hemodialisa.