Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalulintas
Pada jaman modern sekarang ini, di mana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, manusia telah dipermudah dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, termasuk dalam bidang transportasi. Banyak moda transportasi mulai dari roda dua hingga kendaraan besar dengan roda lebih dari delapan. Selain dampak positif untuk membantu manusia, tidak dapat dipungkiri juga muncul berbagai permasalahan akibat kendaraan bermotor ini. Yang paling tinggi ialah adanya kecelakaan yang kerap terjadi di jalan raya. Angka kecelakaan lalu lintas tiap tahun meningkat. Cedera pada lalu lintas merupakan suatu permasalahan utama dalam lingkup kesehatan masyarakat dunia dan sebagai penyebab utama kematian. Insiden terjadi cedera kepala sangat bervariasi pada tiap negara. Pada negara berkembang angka kejadiannya 100 kali lebih banyak bila dibandingkan negara maju. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 2 kali lebih berisiko terjadi cedera kepala dibanding dengan perempuan.
Lebih dari 80% penderita cedera yang datang ke ruang emergensi selalu disertai dengan cedera kepala. Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan kecelakaan tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala karena tidak menggunakan helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%). Dalam hal dimaksud dengan tidak memadai adalah helm terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai, sehingga saat penderita terjatuh, helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.
Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen yang ada, dimulai dari bagian terluar hingga bagian terdalam. Cedera jaringan lunak kepala dapat berupa hematom (bekuan darah), abrasi (luka yang terbatas pada lapisan kulit), laserasi, kontusio (memar), dan avulsi (luka hingga terjadi pemisahan sampai telihat tulang tengkorak). Cedera pada tulang tengkorak dapat berupa patah tulang sederhana (fraktur linear), fraktur komunitif, fraktur depressed, dan fraktur di basis cranii (dasar tengkorak). Tanda khas pada fraktur basis cranii antara lain “racoon eyes”, keluar cairan bercampur darah dari hidung, hematom di belakang telinga. Cedera berikutnya adalah cedera pada bagian paling dalam yaitu terjadi cedera otak.
Cedera otak dibedakan atas kerusakan primer dan sekunder. Kerusakan primer dapat bersifat fokal maupun difus. Kerusakan fokal berupa kontusio serebri, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebri, perdarahan intraventrikuler. Sedangkan kerusakan difus dibedakan atas diffuse axonal injury dan diffuse vascular injury. Pada kerusakan otak sekunder timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh kekurangan oksigen (hipoksia), iskemia, pembengkakan otak, tekanan tinggi intrakranial, hidrosefalus dan infeksi.
Pemeriksaan yang harus dilakukan terhadap penderita cedera kepala setelah resusitasi adalah tingkat kesadaran, pupil dan pergerakan bola mata, reaksi motorik terhadap berbagai rangsang dari luar, reaksi motorik terbaik, dan pola pernafasan. Kriteria risiko cedera kepala dibuat untuk membedakan penderita terhadap kemungkinan adanya risiko cedera intrakranial. Dalam hal ini dibagi atas :
1. Risiko rendah, bila ditemukan :
· Tidak ada keluhan apapun
· Sakit kepala
· Pusing
· Hematom, laserasi, atau abrasi kulit kepala
2. Risiko sedang, bila ditemukan :
· Riwayat penurunan kesadaran saat kejadian atau sesudahnya
· Sakit kepala yang memberat
· Keracunan obat/alkohol
· Kejang pasca kecelakaan
· Mekanisme kecelakaan tidak jelas
· Muntah
· Usia di bawah dua tahun
· Amnesia pasca kecelakaan
· Tanda fraktur basis cranii
· Disertai adanya cedera wajah serius
· Multipel trauma di organ lain
· Dugaan adanya fraktur depressed/penetrasi
3. Risiko tinggi, bila ditemukan :
· Penurunan kesadaran tanpa penyebab lain yang jelas
· Tanda neurologis fokal
Untuk penderita dengan risiko rendah, dapat diobservasi di rumah. Pihak keluarga harus diberitahukan untuk segera ke rumah sakit apabila ditemukan hal sebagai berikut : penderita menjadi sulit dibangunkan, perilaku abnormal, sakit kepala yang progresif, bicara mengacau, sulit menggerakkan lengan/tungkai, muntah terus menerus, dan kejang. Untuk penderita risiko sedang dan berat, perlu observasi ketat serta untuk dilakukan pemeriksaan CT Scan dan konsultasi dengan dokter bedah.
Komplikasi morbiditas bahkan mortalitas pada mereka yang mengalami cedera kepala sangatlah tinggi. Helm dan perilaku berkendara yang hati-hati tentu dapat mengurangi kemungkinan fatal pada kecelakaan lalu lintas. Helm merupakan perlengkapan terpenting bagi pengendara sepeda motor, helm dimaksudkan untuk mengurangi risiko berat cedera kepala dan otak dengan cara mengurangi pengaruh gaya tumbukan yang mengenai kepala. Tinjauan tentang pemakaian helm yang dilakukan WHO, menggunakan helm dapat mengurangi risiko dan keparahan dari cedera sekitar 72%, mengurangi angka kematian sampai 39%.